1. Gemuruh Peringatan di Kota Kelahiran Ideologi Bangsa
Ende bukan sekadar titik geografis, melainkan sebuah kawah candradimuka bagi pemikiran Pancasila. Di sinilah, Bapak Proklamator, Bung Karno, menjalani masa pengasingan selama empat tahun, dari 1934 hingga 1938, di bawah pengawasan pemerintah kolonial Belanda. Selama periode pengasingan yang penuh perenungan ini, Bung Karno banyak mendapatkan inspirasi, ide, dan gagasan fundamental mengenai kebangsaan dan kebinekaan yang kemudian menjadi cikal bakal rumusan dasar negara, Pancasila. Pemilihan Ende sebagai lokasi peringatan nasional tahun ini bukan hanya sekadar perayaan sejarah, melainkan sebuah upaya strategis untuk mengembalikan pemahaman publik akan Pancasila ke akar kontekstualnya. Langkah ini bertujuan untuk mengukuhkan Pancasila sebagai ideologi yang hidup dan relevan, tidak hanya sebagai konsep abstrak, tetapi sebagai prinsip yang terbentuk dari pengalaman nyata dan perenungan mendalam di sebuah tempat yang sarat makna. Dengan demikian, peringatan di Ende berupaya memperkuat ikatan emosional dan intelektual masyarakat dengan Pancasila, khususnya bagi generasi muda yang mungkin melihatnya hanya sebagai bagian dari pelajaran sejarah.
Seluruh rangkaian acara pada hari itu merupakan perpaduan harmonis antara upacara kenegaraan yang khidmat dan perayaan budaya yang penuh semangat, mencerminkan esensi Pancasila itu sendiri yang menyatukan keberagaman dalam harmoni. Penyelenggaraan di Ende ini juga menegaskan status kota tersebut sebagai simbol hidup dan model nyata penerapan nilai-nilai Pancasila. Ini menunjukkan bahwa Ende tidak hanya menjadi tempat di mana Pancasila dikonseptualisasikan, tetapi juga di mana nilai-nilai luhurnya secara aktif dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, menjadikannya mercusuar inspirasi bagi daerah lain di Indonesia untuk mengidentifikasi dan merayakan praktik-praktik lokal yang sejalan dengan ideologi nasional.
2. Upacara Khidmat di Lapangan Pancasila: Simbol Kebangsaan yang Kokoh
Rangkaian peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende diawali dengan upacara bendera yang sangat khidmat, bertempat di Lapangan Pancasila, sebuah lokasi yang sarat dengan jejak sejarah di kota tersebut. Upacara ini dipimpin langsung oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, dan dihadiri oleh jajaran pejabat tinggi, termasuk para bupati dari seluruh NTT, yang semuanya mengenakan busana adat daerah masing-masing. Pemilihan busana adat ini bukan sekadar tampilan budaya, melainkan sebuah pernyataan visual yang kuat akan akar Pancasila yang tertanam dalam kekayaan warisan budaya Indonesia yang beragam, sekaligus menegaskan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Penggunaan pakaian tradisional dalam sebuah upacara kenegaraan yang sentral ini secara implisit menyampaikan bahwa Pancasila bukanlah ideologi impor, melainkan tumbuh secara organik dari keberagaman budaya bangsa, sehingga menjadikannya lebih relevan dan beresonansi secara kultural.
Lapangan Pancasila dipenuhi oleh ribuan peserta dari berbagai lapisan masyarakat, yang turut serta dalam upacara tersebut. Mulai dari masyarakat umum, pelajar tingkat SMA/SMK dan MAN, perwakilan komunitas adat, hingga aparat berseragam, semuanya tampil memukau dalam balutan busana tradisional, menciptakan mozaik visual yang indah dari persatuan dalam keberagaman. Kehadiran berbagai elemen masyarakat ini menunjukkan bahwa peringatan Pancasila bukan hanya agenda pemerintah, tetapi juga nilai yang dihayati dan dirayakan secara kolektif oleh berbagai segmen masyarakat, menumbuhkan rasa kepemilikan bersama terhadap ideologi negara.
Salah satu momen yang paling menarik perhatian adalah kehadiran replika besar Garuda Pancasila yang dihiasi dengan bunga merah putih, diusung dengan bangga oleh personel Pemadam Kebakaran (Damkar). Tampilan megah Garuda Pancasila ini bukan hanya sekadar ornamen, melainkan representasi nyata dari komitmen negara terhadap ideologi Pancasila. Keterlibatan Damkar, sebagai institusi publik yang berorientasi pada pelayanan dan perlindungan, secara halus menyampaikan bahwa Pancasila adalah prinsip panduan bagi pelayanan publik, keamanan, dan kesejahteraan bangsa, menghubungkan ideologi abstrak dengan aspek praktis pemerintahan dan keselamatan warga negara.
Upacara ini dilaksanakan mengikuti protokol nasional yang telah ditetapkan untuk peringatan Hari Lahir Pancasila, meliputi pengibaran Bendera Merah Putih diiringi lagu kebangsaan "Indonesia Raya," mengheningkan cipta, pembacaan teks Pancasila, pembacaan Pembukaan UUD 1945, amanat dari pemimpin upacara, dan diakhiri dengan menyanyikan lagu "Mars Pancasila". Seluruh rangkaian ini menegaskan kembali Pancasila sebagai dasar negara yang kokoh dan pemersatu bangsa.
3. Parade Kebangsaan: Ribuan Langkah Menjaga Nilai-Nilai Luhur
Setelah upacara yang khidmat, jalan-jalan di Ende seketika berubah menjadi arena Parade Kebangsaan yang penuh warna dan semangat, menarik ribuan peserta dan penonton. Parade ini menjadi manifestasi nyata dari komitmen kolektif bangsa terhadap Pancasila, dengan partisipasi luas dari berbagai spektrum masyarakat Indonesia, termasuk instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lembaga pendidikan (sekolah), dan berbagai asosiasi komunitas. Partisipasi yang begitu beragam dan meluas ini menunjukkan bahwa penghayatan Pancasila telah meresap ke berbagai lapisan masyarakat, melampaui batas-batas birokrasi dan menjadi gerakan populer yang autentik.
Suasana parade sangat meriah, diperkaya dengan atraksi tari-tarian tradisional yang memukau dan irama musik gong gendang yang riang, menggema di sepanjang jalan dan menghibur kerumunan yang antusias. Integrasi seni dan musik tradisional dalam parade ini bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah demonstrasi bahwa Pancasila dapat dirayakan dan dipahami melalui kekayaan keragaman budaya Indonesia. Pendekatan ini membantu mencegah Pancasila dipersepsikan sebagai konsep yang abstrak atau asing, sebaliknya menunjukkannya sebagai ideologi yang merangkul dan diperkaya oleh warisan budaya bangsa yang beraneka ragam, sehingga memperkuat persatuan nasional melalui afirmasi budaya.
Parade secara resmi dimulai dari Kantor Pelindo Cabang Ende, dengan Wakil Bupati Ende, Dr. drg. Dominikus Minggu Mere, M.Kes, secara formal membuka prosesi bersama pejabat pemerintah daerah lainnya dan anggota Forkopimda setempat. Prosesi akbar ini kemudian berakhir di Lapangan Pancasila, pusat kegiatan peringatan hari itu. Kehadiran Bupati Ngada, Raymundus Bena, yang turut mengapresiasi parade sebagai acara yang kaya akan nilai-nilai kebangsaan, menegaskan harapan bahwa "nilai-nilai luhur Pancasila akan terus dibawa dari Ende untuk Indonesia dan dunia," mengakui Ende sebagai simbol historis kelahiran Pancasila.
4. Tari Gawi Massal: Ekspresi Budaya dan Semangat Gotong Royong Ende
Puncak dari rangkaian peringatan yang megah ini adalah penampilan "Gawi kolosal," sebuah tarian tradisional massal yang berhasil memukau seluruh hadirin. Pertunjukan spektakuler ini melibatkan ribuan pelajar dari tingkat SMA/SMK dan MAN, serta para tamu undangan, yang secara aktif berpartisipasi dalam tarian Gawi di lapangan upacara utama. Yang lebih istimewa, para pejabat tinggi, termasuk Gubernur Melki Laka Lena, Wakil Gubernur Johni Asadoma, dan anggota Forkopimda Provinsi NTT, turut bergabung dalam tarian Gawi, melambangkan persatuan dan semangat kebersamaan yang mendalam.
Tarian Gawi, yang merupakan tarian asli Ende, adalah ekspresi budaya yang kuat dari solidaritas komunal dan kerja sama timbal balik, nilai-nilai yang sangat tertanam dalam masyarakat lokal. Penampilan Gawi secara kolosal, dengan partisipasi lintas generasi dan strata sosial, menjadi perwujudan nyata dari prinsip Pancasila yaitu gotong royong. Ini mengubah konsep abstrak gotong royong menjadi pengalaman fisik yang dibagikan bersama, membuatnya lebih berdampak dan berkesan bagi para peserta dan penonton. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila adalah praktik yang hidup dan bernafas, bukan sekadar dokumen sejarah.
Korelasi antara tarian Gawi dan Pancasila sangatlah mendalam. Bung Karno sendiri secara terkenal mengidentifikasi gotong royong sebagai inti sari Pancasila, bahkan menyebutnya sebagai "Eka Sila". Dengan memilih bentuk budaya lokal yang spesifik ini sebagai penutup peringatan nasional, acara ini secara implisit menggarisbawahi bahwa Pancasila bukanlah ideologi monolitik yang bersifat top-down, melainkan secara organik berakar dan terus diperkaya oleh beragam kearifan lokal serta praktik-praktik di seluruh Indonesia. Pendekatan ini memvalidasi dan mengangkat identitas budaya lokal dalam kerangka nasional, mendorong pemahaman Pancasila yang terdesentralisasi, di mana nilai-nilainya dapat ditemukan dan diekspresikan melalui berbagai adat istiadat daerah.
5. Ende: Dari Pengasingan Menjadi Sumber Inspirasi Pancasila
Signifikansi mendalam Ende sebagai kota penyelenggara peringatan Hari Lahir Pancasila 2025 secara langsung berasal dari perannya yang historis sebagai tempat di mana gagasan Pancasila ditempa. Di Ende inilah, Sukarno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia, menghabiskan empat tahun (1934-1938) dalam pengasingan, diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Periode isolasi dan kontemplasi paksa ini menjadi masa yang sangat produktif bagi Bung Karno, di mana ia menemukan inspirasi mendalam dan mengembangkan ide-ide fundamentalnya mengenai kebangsaan, keberagaman, dan prinsip-prinsip dasar bagi Indonesia yang merdeka, yang kemudian mengkristal menjadi Pancasila. Transformasi Ende dari tempat pengasingan politik menjadi tempat lahirnya Pancasila menunjukkan ketahanan ide-ide dan dampak mendalam dari perenungan dalam membentuk takdir bangsa, mengisyaratkan bahwa kesulitan dapat menjadi lahan subur bagi pemikiran yang mendalam.
Rumah tempat Bung Karno tinggal selama diasingkan, Rumah Pengasingan Bung Karno, telah dilestarikan dengan cermat dan ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Nasional (SK No. 285/M/2014). Situs ini berfungsi sebagai penghubung nyata dengan periode penting tersebut, menampilkan barang-barang pribadi Bung Karno dan memungkinkan pengunjung untuk merasakan suasana perenungannya. Ini bukan hanya tentang melestarikan bangunan tua, tetapi menciptakan "ruang kelas" yang hidup. Dengan memungkinkan pengunjung melihat barang-barang pribadi Bung Karno dan membayangkan pemikirannya, situs-situs ini memberikan hubungan yang nyata dengan masa lalu. Keterlibatan fisik ini dapat menciptakan koneksi emosional yang lebih mendalam dan pemahaman tentang konteks sejarah serta perjalanan intelektual di balik Pancasila, menjadikan nilai-nilainya lebih nyata dan relevan bagi generasi muda kontemporer.
Narasi historis yang unik ini telah menganugerahi Ende julukan terhormat "Kota Pancasila," sebuah gelar yang menggarisbawahi kontribusinya yang tak tergantikan terhadap landasan ideologis bangsa. Keputusan untuk mengadakan peringatan nasional di Ende pada tahun 2025 merupakan pengakuan langsung atas koneksi historis yang tak terpisahkan ini.
6. Relevansi Nilai Lokal Ende: Toleransi dan Kebinekaan dalam Praktik Nyata
Selain signifikansi historisnya, Ende juga dikenal luas sebagai "Kota Toleransi". Julukan ini adalah bukti hidup dari penerapan praktis nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Komunitas di Ende terkenal karena kerukunan umat beragama yang luar biasa, di mana konflik jarang terjadi, dan semangat gotong royong meresap dalam setiap aspek kehidupan. Praktik-praktik kemasyarakatan yang patut dicontoh ini memberikan bukti empiris yang kuat bahwa Pancasila bukan sekadar ideologi negara yang abstrak, melainkan seperangkat prinsip hidup yang dapat diterapkan secara aktif, yang tertanam kuat dalam kehidupan sehari-hari warganya.
Sebuah contoh nyata dari toleransi aktif ini terlihat ketika anggota komunitas Muslim secara aktif berpartisipasi dalam menyiapkan makanan selama pembangunan gereja, menunjukkan kolaborasi antaragama yang tulus. Pendekatan proaktif terhadap harmoni ini sering disebut sebagai "toleransi aktif" atau "koeksistensi," melampaui sekadar penerimaan pasif. Dengan menyoroti nilai-nilai lokal Ende sebagai fondasi Pancasila, peringatan nasional secara implisit mendorong daerah lain untuk mengidentifikasi dan merayakan praktik-praktik adat mereka sendiri yang mewujudkan Pancasila, menumbuhkan pemahaman yang terdesentralisasi dan kaya budaya tentang ideologi nasional.
Nilai-nilai sosial yang melekat di Ende secara langsung mencerminkan dan memperkuat prinsip-prinsip yang termaktub dalam Pancasila:
- Saling menghormati dan bekerja sama antarumat beragama mencerminkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kesadaran untuk hidup damai di tengah perbedaan merefleksikan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
- Mengutamakan persamaan daripada perbedaan untuk memupuk kerukunan sejalan dengan sila Persatuan Indonesia.
- Ketaatan kepada pemimpin dan mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan setiap masalah menunjukkan perilaku sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
- Rasa senasib sepenanggungan dan upaya saling membantu, khususnya dalam hal ekonomi, menggambarkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Bung Karno sendiri mengidentifikasi gotong royong sebagai inti dari Pancasila, menyebutnya "Eka Sila". Selain itu, nilai-nilai kekeluargaan dan solidaritas yang kuat dalam budaya lokal Ende juga dianggap secara langsung memengaruhi dan memperkaya makna sila kelima Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
7. Rangkaian Kegiatan Peringatan Hari Lahir Pancasila 2025 di Ende: Sebuah Sorotan
Peringatan Hari Lahir Pancasila 2025 di Ende merupakan perpaduan kegiatan yang terstruktur dan bermakna, dirancang untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan Pancasila di tengah masyarakat. Kegiatan utama yang dilaksanakan meliputi Upacara Bendera Khidmat di Lapangan Pancasila, Parade Kebangsaan yang penuh warna, dan Tari Gawi Kolosal sebagai puncak acara.
Lokasi sentral seluruh kegiatan adalah Lapangan Pancasila, yang menjadi tempat upacara, pelaksanaan Gawi massal, dan titik akhir parade. Rute Parade Kebangsaan dimulai dari Kantor Pelindo Cabang Ende dan berakhir di Lapangan Pancasila, menciptakan jalur yang menghubungkan berbagai elemen kota dengan pusat perayaan.
Para peserta kunci yang terlibat dalam peringatan ini sangat beragam, menunjukkan partisipasi yang luas dari berbagai lapisan masyarakat. Upacara dipimpin oleh Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena, didampingi oleh para Bupati se-NTT. Wakil Bupati Ende, Dr. drg. Dominikus Minggu Mere, M.Kes, secara resmi membuka parade. Selain itu, hadir pula jajaran Forkopimda Provinsi NTT dan daerah, ribuan pelajar dari jenjang SMA/SMK dan MAN, masyarakat umum, komunitas adat, aparat keamanan, serta perwakilan instansi pemerintah dan BUMN, dan berbagai asosiasi komunitas.
Beberapa sorotan khusus dari peringatan ini mencakup penggunaan busana adat dan tradisional oleh seluruh peserta, yang memperkaya tampilan visual acara dan menegaskan nilai keberagaman budaya. Replika besar Garuda Pancasila yang diusung oleh personel Damkar menjadi simbol kebesaran negara. Selain itu, atraksi tari-tarian dan musik tradisional gong gendang yang mengiringi parade turut memeriahkan suasana, menunjukkan kekayaan seni dan budaya lokal.
Secara keseluruhan, tujuan dan makna dari seluruh rangkaian kegiatan ini adalah untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila secara kontekstual, khususnya bagi generasi muda, memupuk semangat nasionalisme dan persatuan dalam keberagaman, serta menunjukkan praktik toleransi dan semangat gotong royong yang telah hidup dan berkembang di Ende.
8. Menanamkan Pancasila: Harapan dan Komitmen untuk Masa Depan
Peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende pada tahun 2025 bukan sekadar perayaan historis, melainkan sebuah inisiatif berorientasi ke depan yang bertujuan untuk memperkuat fondasi ideologis bangsa. Pemerintah Kabupaten Ende telah menyatakan ambisi yang jelas agar "Parade Pancasila" menjadi agenda tahunan, mengakui potensi besar kegiatan ini dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila. Ambisi pemerintah daerah untuk melembagakan parade sebagai acara tahunan, khususnya yang menargetkan kaum muda, mencerminkan pergeseran strategis menuju pendidikan ideologis yang bersifat pengalaman dan terintegrasi secara budaya, mengakui efektivitasnya yang lebih besar dalam menumbuhkan nilai-nilai yang langgeng. Dengan menjadikan peringatan sebagai acara interaktif dan budaya, pemerintah bertujuan untuk membuat Pancasila lebih relevan dan menarik bagi generasi muda, memastikan kelangsungan dan internalisasi yang lebih dalam melalui partisipasi aktif dan imersi budaya, daripada penerimaan pasif.
Kegiatan ini dinilai sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda secara kontekstual dan menarik, melampaui pembelajaran hafalan menuju pemahaman yang bersifat pengalaman. Gubernur Melki Laka Lena secara bersemangat menyerukan kepada seluruh warga untuk "menjaga nilai dasar Pancasila," menekankan bahwa tugas mulia ini adalah tanggung jawab bersama seluruh masyarakat NTT, menjadikan Pancasila sebagai kebanggaan kolektif. Hal ini sejalan dengan tujuan nasional yang lebih luas dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang berupaya memperkuat internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui berbagai jalur, termasuk pendidikan, media, dan budaya. Pendekatan komprehensif dan kaya budaya Ende dalam peringatan Pancasila dapat berfungsi sebagai cetak biru nasional, menawarkan model praktis dan efektif bagi BPIP dan daerah lain untuk mencapai tujuan yang lebih luas dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila di seluruh Indonesia.
9. Pancasila Abadi, Ende Menginspirasi
Keberhasilan peringatan Hari Lahir Pancasila 2025 di Ende menggarisbawahi jejak tak terhapuskan kota ini dalam sejarah Indonesia dan perannya yang abadi sebagai "Kota Pancasila". Ende berdiri bukan hanya sebagai lokasi geografis, melainkan sebagai simbol historis yang kuat dari kelahiran Pancasila, sebuah tempat di mana nilai-nilai fundamental bangsa direnungkan dan disempurnakan secara mendalam. Penekanan pada relevansi abadi Pancasila di tengah tantangan global kontemporer, yang secara khusus disorot oleh peringatan nasional di Ende, menempatkan ideologi tersebut bukan sebagai peninggalan sejarah, melainkan sebagai kerangka kerja yang dinamis dan adaptif untuk menavigasi kompleksitas modern.
Di era yang ditandai oleh tantangan globalisasi, digitalisasi, dan polarisasi sosial-politik, Pancasila tetap sangat relevan. Ideologi ini terus menjadi landasan untuk menjaga persatuan di tengah perbedaan, dasar fundamental bagi hukum dan kebijakan publik, katalisator untuk menumbuhkan toleransi dan gotong royong, serta benteng melawan radikalisme dan ekstremisme. Semangat Pancasila, yang dipupuk di Ende, terus menginspirasi dan membimbing bangsa, memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi negara yang adil, makmur, dan bermartabat. Posisi Ende yang semakin kokoh sebagai "Kota Pancasila" dan tuan rumah peringatan nasional mengangkatnya menjadi mercusuar persatuan nasional dan sumber inspirasi bagi penerapan praktis Pancasila di seluruh Indonesia dan berpotensi di panggung global. Harapan, sebagaimana diungkapkan oleh para pemimpin daerah, adalah agar nilai-nilai luhur Pancasila akan terus terpancar dari Ende, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi sebagai contoh bagi dunia.